Selasa, 04 Agustus 2015

Membangun Keluarga Sakinah: Pernikahan, Tujuan dan Falsafahnya

Untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, terlebih dahulu kita perlu memahami tujuan dan falsafah dari pernikahan terlebih dahulu. Apabila kita memahami tujuan dan falsafahnya dengan tepat, kita akan dapat melangkah dengan tepat. Jika tujuanya salah, maka langkah yang akan diambil pun pasti akan salah dan kita akan tersasar.

Dimanakah Rahasia Kebahagiaan Suami Istri?

Sebelum membahas tajuk ini lebih lanjut, ada beberapa pertanyaan yang perlu kita renungkan terlebih dahulu. Jawaban dari pertanyaan ini akan menjadi titik tolak rahasia kebahagiaan keluarga atau bahkan akan berlaku sebaliknya. Hal ini berlaku pada orang yang sudah menikah maupun yang akan menikah.
Pertanyaan yang perlu kita renungkan adalah:
  1. Mengapa kita menikah atau ingin menikah? Apa tujuan menikah?
  2. Lelaki atau wanita seperti apa yang telah dipilih atau akan dipilih menjadi suami/istri?
  3. Apakah karena kecantikan paras mukanya? Apakah karena ketampanan dan kegagahannya?
  4. Apakah karena kekayaan?
  5. Apakah karena nasab dan keturunannya?
  6. Apakah karena agama dan akhlak budi pekertinya?
Mengapa Menikah?

Kebanyakan umat Islam di akhir zaman ini mengatakan bahwa pernikahan mereka didorong karena ingin menyalurkan hawa nafsu dan bersenang-senang. Kalau tidak menikah maka hidup akan terasa sepi.
Ok, jika itu niat awal kita untuk menikah, maka itu artinya kita sudah memilih jalan yang salah. Itu adalah jalan yang akan meruntuhkan taraf kemanusiaan kita. Itu adalah jalan yang akan membuka pintu kehancuran keluarga kita baik sadar maupun tidak sadar.
Mengapa demikian?

Pertama: dengan tujuan itu, kita telah meletakkan diri kita setara dengan hewan. Hewan melakukan hubungan seksual tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah semata-mata untuk melampiaskan nafsu. Tidak ada tujuan lain selain bersenang-senang melalui hubungan seksual.

Kedua: Kalau menikah karena semata-mata dorongan nafsu saja, hal ini akan menjadi sangat berbahaya. Jika nanti nafsu kita terhadap istri/suami sudah tiada, baik disebabkan oleh sakit, tua, kecantikan dan ketampanan yang memudar, di waktu itu keinginan untuk berhubungan seksual sudah tidak ada, mungkin suami akan menceraikan istri atau istri akan minta cerai.

Jika tidak bercerai pun, karena mempertimbangkan anak-anak dan tidak ingin berpisah dengan anak-anak, waktu itu pernikahan menjadi hambar, kemesraan anatara suami istri sudah tiada lagi. Hubungan suami istri tentulah menjadi renggang.

Masing-masing menjadi mudah tersinggung, mudah marah, mudah membuat ulah, maka berlakukah krisis rumah tangga yang tiada berkesudahan. Hal ini tentu akan memberi dampak psikologis bagi anak.
Oleh karena itu, apabila menikah hanya bertujuan untuk mendapatkan hiburan dan menyalurkan nafsu seksual semata-mata maka tujuan tersebut tidak akan dapat membangun keluarga yang bahagia apalagi membangun masyarakat yang bahagia.

Wanita atau Lelaki seperti Apa Yang Menjadi Pilihan Kita?

Dalam menentukan pilihan jodoh, ada beberapa sudut dan aspek yang mejadi pertimbangan.
  1. Bagi lelaki, ada yang sebagian orang memilih wanita karena kecantikan paras mukanya. Sedangkan bagi wanita, lelaki dipilih karena ketampanan dan kegagahannya.
Jika hal ini yang menjadi tujuan, tentu akan menjadi sangat bahaya. Bahaya akan muncul baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. BAgaimana jika wanita yang dipilih tidak lagi cantik? Bagaimana jika lelaki yang dipilih tidak lagi tampan dan gagah? Penyebabnya dapat bermacam-macam. Bisa karena sakit, karena bekerja terlalu berat, atau ketika menua tentu hilang kecantikan dan ketampanan seseorang. Waktu itulah daya tarik untuk berhubungan suami-istri akan redup. Hal ini akan diperparah dengan kondisi di luar rumah seperti di tempat kerja yang pergaulan lelaki dan wanita cukup bebas. Daya tarik dan rangsangan dari rekan kerja lebih dari istri/suami sendiri. Bila itu terjadi maka akan mudah terjadi pertengkaran bahkan perceraian.
Jika tidak bercerai pun, karena sudah memiliki anak dan tidak ingin berpisah dengan anak-anak, hubungan suami istri tiada lagi keindahannya. Terjadi kerenggangan dalam hubungan dan mudah sekali tersulut emosi untuk marah. Mudah menjadi saling benci. Hal ini tentu akan memberikan tekanan psikologis bagi anak-anak. Anak-anak yang akan menjadi korbannya. Mungkin mereka akan menjadi liar, renggang hubungan dengan orangtua, tidak betah tinggal di rumah, suka mencari hiburan dan kebebasan di luar rumah, maka anak -anak akan menjadi lebih mudah untuk terjebak dengan rokok, narkoba, minuman keras, geng motor, zina dan berbagai bentuk kriminalitas yang berawal dari rumah tangga yang tidak harmonis dan tidak bahagia.
  1. Ada sebagian orang memilih jodoh karena kekayaannya. Mungkin karena bergaji besar. Mungkin juga karena keturunan orang kaya atau sebab-sebab lainnya. Hal ini juga sangat berbahaya.
a) Dengan takdir Allah, bukankah istri/suami dapat saja di pecat? Bisa jadi kekayaan yang dimiliki habis, atau tiba-tiba jatuh miskin karena berbagai sebab yang dapat terjadi. Tentu di waktu itu akan terjadi kerenggangan antara suami istri. Mulai saling membenci, rasa tidak senang, bahkan bermasam muka satu sama lain. Krisis dan pertengkaran akan sulit dielakkan. Pintu perceraian akan terbuka lebar. Kalau tidak bercerai pun karena mempertimbangkan nasib anak-anak atau untuk menjaga status. Tapi apalah artinya hidup berumah tangga jika kehidupan senantiasa bergelombang seperti air laut? Yang akan tenggelam tentulah anak-anak yang tidak berdosa. Anak-anak akan mengalami seperti yang sudah diuraikan di atas.

b) Biasanya, jika seorang lelaki menikahi seorang wanita karena kekayaannya, wanita tersebut apabila sudah menjadi istri tidak begitu hormat kepada suaminya. Hal ini karena dia merasaka bahwa dia yang menanggung kehidupan suaminya. Jika tidak menanggung kehidupan suami, dia merasa dapat hidup mandiri tanpa nafkah dari suami. Ada atau tiada suami, dia merasa mampu hidup sendiri karena memiliki kekayaan.

Oleh karena itu, lama-lama ketaatan dan kesetiaan istri kepada suami akan berkurang. Bahkan apabila suami bersandar kehidupan pada istrinya, biasanya isterinya akan memperbudak suaminya sekehendak hatinya. Dia akan memerintah suaminya. Suaminya disuruh ini itu dan suami akan dikontrol sesuka hati (Queen Control)

Pada akhirnya, kewibawaan suami akan tergugat. Kuasa suami tiada lagi bahkan akan terjadi suami takut istri. Atau suami takut mertua, karena biasanya istri yang kaya dibela oleh ibu bapanya. Adakalahnya istri sampai berani bersuara tinggi menghardik suaminya. Apakah suami dapat tahan hidup seperti ini selamanya? Apakah suami sangggup menjadi dayus. Apakah suami dapat kebahagiaan dengan cara hidup seperti ini? Kalau tidak bercerai pun rasanya hidup berkeluarga seperti ini tidak memiliki makna apa-apa. Suami tidak memiliki kemerdekaan, sedangkan rasa merdeka itu adalah satu nikmat yang menjadi cita-cita setiap orang.
  1. Ada orang yang menikah karena keturunan bangsawan, keturunan raja, atau keturunan orang-orang besar. Kalau pernikahan atas dasar itu saja, tidak ada sangkut paut dengan agamanya, hal ini sangat berbahaya. Apalagi jika yang keturunan bangsawan adalah si istri. Ketika terjadi perselisihan, si istri akan menyebut-nyebut keturunannya dan akan menghina keturunan suaminya. Apabila istri keturunan bangsawan yang kurang beragama, biasanya dia sombong dengan suami atau keluarganya akan memandang rendah terhadap suami sehingga suami merasa hina atau rendah diri. Hal ini akan mencacatkan keharmonian dan kebahagiaan suami dalam rumah tangga.
  2. Menikah karena agamanya.
Seseorang menikah karena agamanya adalah pilihan yang tepat baik lelaki maupun wanitanya. Hal ini yang dituntut oleh Syariah Islam. Rasulullah Muhammad saw bersabda:
“dinikahi perempuan itu karena empat perkara. karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Ambillah wanita yang beragama supaya beruntung hidupmu” (riwayat Bukhari Muslim)
Hal ini yang dipuji oleh Allah dan Rasul. Bila menikah atas dasar agamanya, meskipun kaya atau miskin, cantik atau buruk rupa, bangsawan atau orang biasa, masing -masing akan tetap rendah hati. Suami mengasihi istri, demikian pula istri menghormati suami. Suami bertanggungjawab kepada istri, istri juga bertanggungjawab. Akan terjadi tenggang rasa, istri megutamakan suami, suami bertenggang rasa pada istri. Di dalam keluarga akan terjadi kerjasama, masing -masing berlomba untuk melayan satu sama lain. Saling maaf memaafkan. Allah SWT senantiasa dibesarkan melalui berbagai jenis ibadah. Perjalanan dan kisah hidup RAsulullah Muhammad saw dijadikan tradisi hidup mereka. Allah, Rasul, Surga, neraka, dosa, dan pahala menjadi bahan perbincangan mereka.
Walaupun berusaha mencari kekayaan dunia tetapi hal tersebut dipandang kecil. Bukan menjadi tujuan utama, bukan menjadi bahan pembicaraan. Dengan demikian dunia selamat, akhirat pun selamat. Wujudlah kebahagiaan dan keharmonisan dalam rumah tangga.
Oleh karena itu, dari empat pilihan tersebut pilihlah berdasarkan agamanya. Hal ini akan memberi keselamatan dunia dan akhirat. Akan tetapi, kalau dapat ke empat perkara tersebut sekaligus maka akan bertambah indah kehidupan rumah tangga tersebut. Kehidupan akan bertambah cria dan berseri tetapi susah dicari.

Mengapa Menikah?

Bagi umat Islam yang memahami ajaran agama Islam, kemudian dia beramal dengan ilmunya, selanjutnya menghayati dan mencintai agamanya, dan memiliki cita-cita ingin membangun agamanya secara menyeluruh (syumul/global) kemudian memperjuangkannya, pernikahan atau mendirikan rumah tangga ini mempunyai arti yang besar.

Hal ini karena pribadi muslim dan rumah tangga muslim adalah titik tolak untuk memancarkan Islam ke tengah masyarakat, negara dan seluruh dunia.

keluarga sakinah mawaddah warahmah pernikahan
rumah tangga muslim adalah titik tolak untuk memancarkan Islam ke tengah masyarakat, negara dan seluruh dunia

Kalau dari sini pilihan yang diambil tepat sesuai ajaran agama Islam, kemudian dua sejoli ini hidup mengikut aturan Islam, kalau Allah takdirkan memiliki anak yang banyak, maka sudah barang tentu anak-anak itu akan dididik dengan cara hidup Islam. Maka Insya Allah akan lahir sebuah keluarga yang hidup mengikut ajaran Islam yang dapat menjadi contoh teladan.

Kalau suami istri yang lain juga membangun rumah tangga yang mempunyai cita-cita yang sama, maka gabungan antara keluarga-keluarga yang menghayati Islam tersebut akan menjadi sebuah masyarakat yang menghayati Islam yang lebih besar. Jika hal tersebut terjadi, maka akan mudah untuk dapat menegakkan Islam dalam negara bahkan ke seluruh jagat. Tidak seperti yang terjadi pada hari ini. Pejuang-pejuang Islam sangat sulit untuk memperjuangkan Islam di level negara karena individu-individu dan keluarga belum siap. Masyarakat juga belum siap. Oleh karena itu, sudah barangtentu sangat sulit untuk diajak menegakkan Islam di level negara.

Mengapa Hal Ini Terjadi?

Kesalahan ini bermula dari individu dan dari suami istri yang menikah. Islam tidak menjadi tujuan utama dalam mendirikan rumah tangga. Mereka tidak memiliki cita-cita Islam. Menikah hanya sekedar untuk menyalurkan dorongan naluri saja dan tidak dikaitkan dengan cita-cita Islam.

Oleh karena itu, apa tujuan pernikahan itu? Apakah sekedar menyalurkan nafsu?

Tujuan Pernikahan

Tujuan pernikahan menurut Islam yang hakiki adalah sebagai berikut:
  1. Sudah menjadi ketentuan Allah bahwa lelaki memiliki nafsu pada wanita. Wanita juga memiliki nafsu pada lelaki. Ini adalah hakikat yang tidak dapat dipungkiri. Kita tidak dapat lepas dari dorongan alamiah tersebut. Oleh karena itu, tujuan kita menikah adalah untuk menyelamatkan diri dari zina yang terkutuk. Kita menikah agar nafsu tersebut dapat dislurkan dengan halal seperti yang telah disyariatkan oleh Allah SWT Yang Maha Pengasih.
  2. Dari hubungan suami istri adalah sebab pertemuan benih kedua jenis manusia yang akan melahirkan keturunan (zuriat) yang begitu ingin kita jaga, dididik, diasuh, diberi iman dan ilmu, agar menjadi hamba Allah yang berakhlak mulia dan bertaqwa yang akan menyambung perjuangan Islam kita agar perjuangan Islam tetap tersambung setelah kematian kita. Setiap umat Islam yang belum rusak jiwanya sangat menginginkan generasi penerus.
  3. Kalau begitu tujuan kita menikah, kita menginginkan anak yang akan kita didik menjadi orang Islam yang sejati dan anak itu merupakan aset kita. Anak itu sendiri dapat menjadi harta dan tenaga untuk Islam.
  4. Dengan pernikahan itu, jika tujuan kita mendapat anak berhasil, dan berhasil pula dididik dengan Islam dan menjadi seorang muslim yang berguna, kemudian dia akan melahirkan cucu yang juga berhasil dididik secara Islam dengan sebaik-baiknya, berapa banyak pahala yang kita dapat sambung-menyambung. Itu adalah merupakan aset simpanan kita di Akhirat kelak
Sabda Rasulullah SAW:
Maksudnya: Apabila meninggalnya anak Adam maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara yaitu doa anak yang soleh, sedekah jariah dan ilmu yang bermanfaat. (Riwayat Muslim)
5. Alangkah indahnya kalau Islam dari Tuhan Yang Maha Indah itu dapat menjadi budaya hidup seperti yang pernah mengisi ruangan dunia ini di masa yang silam, selama tiga abad dari sejak Rasulullah SAW. Sekarang keadaan itu tinggal nostalgia saja. Yang tinggal pada hari ini hanya akidah dan ibadah. Itu pun tidak semua umat Islam mengerjakannya. Kita sangat ingin keindahan Islam itu dapat diwujudkan. Di dalam suasana keluarga pun jadilah, karena hari ini, hendak buat lebih dari itu memang amat sulit sekali. Lantaran itulah pernikahan itu amat perlu sekali karena hendak melahirkan masyarakat Islam kecil. Moga-moga dari situ akan muncul masyarakat Islam yang lebih besar.
  1. Seorang muslim bukan saja diperintah untuk mencari keredhaan Allah Taala tetapi diperintah juga untuk menghiburkan hati kekasih Allah Taala yaitu Rasulullah SAW, yang mana Rasulullah SAW sangat berbangga dengan banyaknya pengikut atau umatnya di Akhirat kelak. KArena itulah Rasulullah SAW menyuruh umatnya menikah.
Maksudnya: Bernikahlah kamu supaya kamu berketurunan dan supaya kamu menjadi banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan umatku yang ramai di hari Kiamat. (Riwayat Al Baihaqi)
Setiap umat Islam hendaknya apa yang menjadi kesukaan Rasul-Nya itulah juga kesukaan mereka.
  1. Kalau Rasulullah Muhammad SAW bangga dan bergembira dengan umat yang banyak, maka kita sepatutnya juga bangga dengan banyaknya umat Islam di dunia saat ini. Maka untuk memperbanyak itulah kita menikah. Jadi kita menikah itu memiliki motif untuk menambah jumlah umat Islam. Ada cita-cita Islam sejagat. Kita menikah itu ada cita-cita besar, bukan sekadar hendak melepaskan nafsu seksual seperti cita-cita kebanyakan manusia.
  2. Menikah itu jangan sampai putus keturunan karena kita bangga dapat menyambung keturunan yang menerima Islam sebagai agamanya dan dengan keturunan itulah orang kenal siapa asal-usul kita atau mereka.
  3. Tujuan-tujuan lain sebagai maksud tambahan daripada pernikahan bahwa setiap lelaki dan perempuan yang menjadi pasangan suami isteri hendaklah meniatkan satu sama lain hendak memberi hiburan kepada seorang hamba Allah Ta’ala yang inginkan hiburan, karena niat menghiburkan orang mukmin itu mendapat pahala.
Begitulah sebagian dari tujuan dan maksud dari pernikahan dalam Islam. Pernikahan dalam Islam ini mempunyai cita-cita yang murni. Melahirkan cita-cita Islam, ingin mewujudkan satu rangkaian dan elemen-elemen amalan serta suasana Islam. Kalau hal ini dapat digabungkan dengan rangkaian-rangkaian dan elemen-elemen golongan yang mempunyai cita-cita dan tujuan yang sama seperti yang Islam kehendaki, lama-kelamaan gabungan ini akan menjadi satu masyarakat Islam yang lebih besar, yang syiarnya akan dapat dilihat di mana-mana di muka bumi Tuhan ini. Dunia ini akan menjadi amat meriah, ceria, gembira dan bahagia. Barulah kita dapat meyakinkan orang lain karena keindahan Islam itu begitu nampak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar